Jumat, 16 April 2010

The Life of Miyamoto Musashi

The Lone Samurai

Miyamoto Musashi lahir di desa Miyamoto (sekarang di Ohara-machi, Aida-gun, Prefektur Okayama) pada tahun 1584? (mungkin 1583) dengan nama kecil Bennosuke. Ayahnya bernama Munisai, seorang petinggi samurai dari klan Shinmen yang memiliki 2 istri. Istri pertama adalah Omasa, yaitu anak perempuan klan Shinmen yang dinikahinya, sehingga Munisai diperbolehkan memakai nama keluarga tersebut. Istri yang kedua adalah Yoshiko, anak perempuan Bessho Shigeharu yang merupakan keturunan klan Akamatsu yang berkerabat jauh dengan kaisar melalui Genji; Yoshikolah yang melahirkan Musashi.
Nama lain Musashi yaitu: Miyamoto Bennosuke; Niten Dōraku; Shinmen Musashi no Kami Fujiwara no Genshin.
Dengan darah samurai dan kaisar yang mengalir dalam tubuhnya, Musashi terlahir sebagai seorang Renaissance-man yang jenius perang, penggunaan senjata dan baju zirah sebagai samurai, ilmu metalurgi, dan ahli lukis, serta perihal mengenai psikologis manusia. Semua hal mengenai senjata kemungkinan pertama kali ia tiru dari ayahnya yang cukup hebat dalam penggunaan senjata. Ia hidup di masa peralihan dari shogunat Toyotomi kepada shogunat Tokugawa. Miyamoto Musashi, seorang manusia yang hidup sejati, seperti yang dikatakan oleh penyair sampai sekarang; namanya dan keperkasaannya di seluruh Jepang dan terkenal ke dunia luas.

Garis keturunan Musashi
Ayahnya bernama Hirata Munisai, salah satu keturunan dari klan Shinmen masa itu yang handal dalam penggunaan 2 pedang, jitte, jujitsu, penggunaan baju zirah yang benar, dan permainan pedang Tori-ryu; dan ibunya dikabarkan bernama Yoshiko yang berasal dari garis keturunan kerabat jauh kekaisaran.
Ibu Musashi merupakan keturunan dari klan Akamatsu yang memberontak terhadap shogun Ashikaga dan kabur ke Harima. Nenek moyang klan Shinmen adalah Tokudaiji Sanetaka, di mana ayah Musashi diperbolehkan memakai nama klan itu setelah mendapat status senior. Karena terlibat dalam upaya pemulihan kembali kekuasaan kaisar Goidaigo antara tahun 1334 dan 1338, Sanetaka diasingkan ke Mimasaka. Anak lelakinya, Tokuchiyo, pergi ke Kyoto memohon pengampunan bagi kejahatan keluarga itu. Sehingga nama klannya diubah menjadi Shinmen, yang berarti "baru saja diampuni".

Masa kecil Musashi
Masa kecilnya tidak berlangsung begitu bahagia, karena ayahnya menceraikan ibu kandungnya, Yoshiko. Dan ketika ia mengkritik jitte ayahnya saat sedang mengasah tusuk gigi, ayahnya marah dan melemparkan belati yang digunakan untuk mengasah tusuk gigi dan pedang pendek (wakizashi) secara berturut-turut.
Sayangnya, Musashi berhasil mengelakkan keduanya dengan baik. Dan sejak saat itu, ia langsung kabur ke desa Hirafuku di daerah bagian Harima (sekarang Tashimura, prefektur Hyogo); sehingga nantinya ia menyatakan diri sebagai pendekar yang lahir di Harima; di mana ibunya dilahirkan. Ia lalu masuk ke kuil milik kerabat dekat ibunya, yaitu kuil Shoren-in milik paman Dorinbo. Di sanalah ia memulai karirnya, meski di kuil ia terus berlatih kaligrafi. Inilah titik awal seorang pendekar legendaris menempuh jalan pedang dan jalan kuas sebagai seorang shugyosha.

Pengembaraaan Musashi mengasah diri di Jalan Pedang
Musashi memulai karirnya pada tahun 1596 dengan melawan seorang shugyosha bernama Arima Kihei. Lalu, ia menggembara memasuki provinsi Tajima dan mengalahkan Akiyama. Setelah itu, ia menerjunkan diri ke pertempuran Sekigahara, bertempur di pihak Klan Toyotomi yang kalah nantinya; melawan Klan Tokugawa. Ia bertempur di bawah komando Ukita Heide, seorang dari keluarga Shinmen. Akhirnya setelah kalah di pertempuran, Musashi yang berumur 17 tahun sekali lagi hidup sendirian. Setelah itu, Musashi terus melatih diri bertarung melawan para shugyosha yang ditemuinya di dalam pengembaraannya, dan berlatih dengan disiplin diri yang keras dan intens.
Pada tahun 1604, Musashi lalu memasuki Kyoto dan menghancurkan klan Yoshioka yang memiliki sekolah pedang terhormat saat itu; yang dipimpin oleh Seijuro dan Denshichiro. Akhirnya, Musashi menghabisi seluruh klan Yoshioka dengan taktik psikologisnya. Dalam pertarungan melawan Seijuro dan Denshichiro, ia sengaja datang terlambat untuk membuyarkan konsentrasi musuhnya; sedangkan ketika melawan pasukan Matashichiro, ia sengaja datang lebih awal untuk mengagetkan mereka. Akhirnya, seluruh keluarga Yoshioka hancur. Ia pun berkunjung ke daerah Nara, ke kuil Ozoin yang dikepalai Inshun yang bersenjatakan kamayari sebagai prajurit-biksu dan mengalahkannya dalam 2 kali pertarungan berturut-turut.
Musashi pergi ke Edo pada tahun 1608, dan membuka dojo di sana untuk tetap bertahan hidup. Kemungkinan, dengan perjalanan sepanjang itu, Musashi mendapatkan makanan dari hasil menjual lukisan dan mengajarkan ilmu pedangnya. Suatu hari, seorang pendekar pedang bernama Muso Gonnosuke yang pernah dipermalukan sekali oleh Musashi; menantangnya lagi dengan teknik terbarunya yaitu Shindo Muso-ryu dan membuahkan satu-satunya hasil seri sepanjang karir Musashi.

Puncak keberhasilan di Pulau Ganryu, Kokura
Selanjutnya, Musashi pergi ke Kokura dan disambut baik oleh penguasa di sana. Ia lalu meminta dengan hormat untuk diijinkan bertarung mengadu teknik bela diri dengan seorang pendekar pedang terkenal saat itu yaitu Ganryu Kojiro Sasaki di pulau Ganryu (disebut juga P. Funa) kepada paduka Nagaoka Sado; pada 13 April 1612. Pertarungan ditentukan berlangsung pada jam naga (jam 7 – 9), akan tetapi Musashi menggunakan taktik psikologisnya dengan sengaja datang terlambat dan memakai pedang kayu non-standar; sehingga membuat Kojiro marah dan melemparkan sarung pedangnya. Sehingga Musashi melontarkan kata-kata terkenalnya, " Kau sudah kalah, Kojiro. Mana ada pendekar yang membuang sarung pedangnya ?"
Pertarungan itu digambarkan sebagai berikut:
Melihat Musashi yang datang terlambat, Kojiro dengan marah menyambutnya sambil berkata,

"Aku akan menyelesaikan pertarungan ini dengan pedang sejati."
Musashi lalu menjawab, "Kau memegang pedang telanjang dan menunjukkan kepadaku setiap misteri yang dimilikinya. Aku akan mengangkat pedang kayuku dan menunjukkan rahasianya." Dan janji itu benar-benar ditepati.
Pertarungan pun dimulai, Kojiro menyerang dengan gaya harimau, sedangkan Musashi melawannya dengan gaya naga. Dalam beberapa sabetan, kojiro mengeluarkan jurus rahasianya, yaitu tsubame-gaeshi ("belokan burung camar"). Ujung pedangnya lalu memangkas simpul hachimaki Musashi. Musashi membalasnya dengan menghantamkan pedang kayunya ke kepala Kojiro.

Sekali lagi Kojiro menyerang dan menyayat Musashi di pangkal pahanya. Musashi melompat mundur lalu menukikkan pedang kayunya ke arah iga Kojiro dan menghancurkannya. Kojiro berdarah di mulut dan hidungnya, lalu kehilangan kesadaran. Musashi membungkuk untuk mencari tanda-tanda kehidupan, akan tetapi hal itu tidak dirasakannya sama sekali. Musashi membungkuk memberi hormat, dan kembali ke pantai menaiki perahu dan pulang ke Kokura.

Dalam pertarungan itu, Kojiro dan Musashi langsung saling menyambut dan dengan pengaduan beberapa gerakan maupun sabetan langsung, Musashi mengalahkannya dan menjadi terkenal sampai ke seantero Jepang.

Kehidupan di Kokura dan Perang Kyushu
Di Kokura, Musashi jatuh cinta kepada seorang wanita penghibur kelas tsubone bernama Kumoi untuk yang pertama kalinya. Sayangnya, karena terjadi pemberontakan di kastil Hara di Kyushu pada tanggal 14 April 1638, klan Ogasawara memanggilnya bersama punggawa yang merupakan anak angkatnya, Miyamoto Iori; untuk bertempur di pihak Tokugawa.
Amat disayangkan, Musashi terluka dalam perang itu sehingga harus dikeluarkan dari pasukan. Setelah kastil Hara jatuh ke tangan Tokugawa, Musashi kembali ke Kokura. Musashi berhubungan dekat dengan klan Honda dan Ogasawara karena Iori, anak angkatnya diangkat menjadi punggawa pribadi mereka. Selain itu, keluarga Ogasawara menikahkan Chiyome dengan Hosokawa Tadatoshi, seorang daimyo wilayah Kumamoto.
Setelah mendengar banyak berita tentang klan itu, apalagi hubungan dekatnya dengan Musashi; pada tahun 1640, ia mengutus seorang diplomat pandai bernama Iwama Rokubei kepada Musashi agar ia mau datang kepadanya di Kumamoto.

Menjelang Hari-Hari Akhir Musashi di Kumamoto
Musashi melakukan pertarungan terakhirnya di sana melawan Ujii Yashiro dan Shioda Hamanosuke. Ia bersahabat baik dengan paduka Tadatoshi dan biksu Zen Takuan. Di Kumamoto, Musashi mendapatkan status tamu terhormat keluarga daimyo Hosokawa. Musashi lalu menyempurnakan gaya pedangnya yang bernama Niten Ichi-ryu; yang diminta oleh paduka Tadatoshi agar dituliskan ke dalam sebuah buku yang dipersembahkannya kepada paduka supaya Tadatoshi dapat merevolusi seni bela diri Kumamoto; berjudul 35 Petunjuk Seni Bela Diri. Setelah dipersembahkan kepada paduka Tadatoshi, tak lama Tadatoshi meninggal pada tanggal 17 Maret 1641.
Kesedihan melanda hati Musashi dan ia pun mulai mengalihkan fokus besarnya kepada pembelajaran zazen, Buddhis Zen, dan seni tradisional Jepang seperti sastra, patung kayu, dan lukisan. Beberapa karya Musashi: Burung tengkek dan kasa; Hotei, seorang biksu Zen; dan lukisan Daruma (Boddhidharma) yang dipersembahkannya untuk Tadatoshi ketika ia masih hidup; dan sebuah patung kayu bernama Fudo Myo-o, yang disebut sebagai raja terang. Merasa ajalnya sudah dekat, ia mulai menulis Kitab Lima Lingkaran atau Gorin no shô yang terdiri atas 5 Bab (Bumi, Air, Api, Angin, dan Kehampaan) pada tanggal 10 Oktober 1643 di usianya yang ke-60.
Kemudian atas restu daimyo Kumamoto, ia meminta pergi ke gua Reigan di pulau Ganryu pada tanggal 13 April 1645 untuk menghabiskan sisa hidupnya di sana. Awalnya permintaan itu dibiarkan, akan tetapi karena tidak tega membiarkan Musashi tua mati di gua, Hosokawa Yoriyuki diutus untuk menjemputnya pulang ke puri Chiba. Tanggal 12 Mei 1645, Musashi memberikan buku Kitab Lima Lingkaran itu kepada Terao Katsunobu dan 35 Petunjuk Seni Bela Diri kepada Terao Kumanosuke. Dan untuk terakhir kalinya ia memungut kuas dan menyelesaikan jantung filsafatnya dalam sebuah naskah pendek berjudul ”Jalan Melangkah Sendiri” yang berisi 21 point.
Akhirnya, tanggal 19 Mei 1645, Musashi meninggal di kompleks Puri Chiba yang tua pada usia 62 tahun. Sesuai dengan permintaan terakhirnya, tubuhnya didandani dengan seragam dan helm tempur, dengan 6 tanda kebesaran militer; dimasukkan ke dalam peti, lalu dikuburkan di Handagun, 5-cho, desa Tenaga Yuge; dengan upacara pemakaman yang dipimpin oleh biksu Kepala Shunzan dari kuil Tashoji. Konon, Musashi meninggal karena juga tubuhnya dilemahkan oleh penyakit yang diyakini sebagai kanker toraks. Namanya dikenang dalam sebuah monumen batu Kokura Hibun di gunung Tamuke yang didirikan tegak oleh Miyamoto Iori dan Biksu Kepala Shunzan pada tahun 1654. Pendekar pedang ini pernah bertarung melawan lebih dari 60 pertarungan dan tidak pernah kalah sekalipun dan menerjunkan diri ke dalam 6 pertempuran. Dan Musashi sama sekali tidak memiliki guru, namun hanya dengan belajar otodidak sampai ia menjadi nomor satu.
Murid-murid Musashi selama hidupnya adalah Hatano Jirozaemon, Ishikawa Sakyo, Hosokawa Tadatoshi, Furuhashi Sozaemon, Ishikawa Chikara, Aoki Joemon, Takemura Yoemon, Matsui Munesato, dan Terao bersaudara (Katsunobu dan Kumanosuke).

Filsafat Hidup Musashi
Musashi, seorang pendekar pedang dengan satu visi dan tujuan, yaitu menang dan kemudian bertahan hidup dengan bergantung pada dirinya sendiri. Ia tak pernah berlarut-larut dalam cinta, sehingga ia dapat melatih dirinya secara disiplin. Hidupnya adalah hidup dengan Jalan Pedang, ia melihat setiap kesempatan dengan ketajaman mata batinnya dan langsung memanfaatkannya. Ia juga mengajarkan untuk hanya bergantung kepada diri yang terus berlatih fisik, cara bertarung dasar sesuai gaya mereka, melatih diri menghadapi tiap situasi dengan strategi cemerlang, yaitu antisipasi dan mengacaukan fokus lawan dengan teknik bertarung secara adil maupun taktik psikologis. Dan dengan semua pelatihan seni bela diri di dalam dunia, akhirnya manusia dapat merenung dalam kehampaan.
Dalam renungan filosofisnya, ketika Musashi berusaha melukis sebaik ia bermain pedang; ia juga terus berlatih agar dapat mengambil keputusan yang tepat secara cepat dalam hal apapun. Namun hal itu adalah sulit bagi seorang pendekar pedang tua yang sudah ditimbuni berbagai macam hal di dalam benaknya. Selain itu, Musashi juga membenci segala kemunafikan yang melebih-lebihkan seni bela diri; itu adalah seni bela diri yang palsu menurutnya. Seni bela diri yang asli adalah dengan melatih diri untuk selalu tepat dan menang di dalam kenyataannya. Musashi mengajak kita untuk menyentuh semua jenis seni dan hidup dengan semangat pendekar sejati, agar dapat menjadi fleksibel dalam mengerti Jalan dan menyempurnakan seni bela diri.
Contributed By: Valerius Evan Ligasetiawan

1 komentar:

  1. Pertama, saya membahas samurai yang satu ini karena legendanya sudah terkenal luas. Musashi adalah samurai idola saya. Musashi, yang artinya "gudang ilmu militer" merupakan pendekar pedang terbaik sepanjang masa menurut saya.

    BalasHapus