Sabtu, 17 April 2010

Shinsengumi-Fourth Part (The Final Part)

Shinsengumi
Pasukan Samurai Terakhir Shogunat Tokugawa
The Last Battle of Shinsengumi

Sebuah organisasi samurai shogun yang mengabdi kepada Tokugawa di masa akhir kekuasaannya. Panji-panjinya adalah ”Ketulusan”. Dimiliki oleh Lord Aizu dan didukung dengan keras oleh Kaisar Komei yang memendam xenophobia (trauma terhadap orang asing) yang parah. Di bawah pimpinan secara berturut-turut: Tokugawa Iesada (shogun ke-13), Tokugawa Iemochi (shogun ke-14), Tokugawa Yoshinobu (shogun ke-15; terakhir). Pemerintahan shogunat Tokugawa disebut juga Tokugawa Bakufu.

Setelah diambil alih kepemimpinan oleh Kondo Isami dan Hijikata Toshizo, organisasi itu menjadi sebuah organisasi kejam dan tak kenal ampun membela otoritas Bakufu. ”Ketulusan” untuk mengusir orang asing demi kekaisaran pun nampaknya hanya menjadi bualan belaka...
Di edisi sebelumnya, ketua Bandit Mibu ini telah dieksekusi. Apakah yang akan terjadi pada Hijikata? Apa ia akan mengalami hal yang sama? Atau mungkinkah ia mengembalikan kekuasaan Bakufu seperti semula? Atau ia akan berakhir layaknya seorang samurai yang pantang menyerah?

Pertempuran Terakhir Shinsengumi

Setelah kematian Kondo, nampaknya masa depan organisasi ini akan menjadi lebih suram. Akan tetapi, masakan para kesatria akan menyerah begitu saja
terhadap kuasa kekaisaran?

Pantang menyerah, Hijikata mengikuti rapat dewan perang Istana Sendai tanggal 3 September yang di dalamnya termasuk terdapat bekas orang-orang Bakufu. Dewan ini mengundangnya menjadi komandan pasukan konfederasi. Namun, Toshizo memberi syarat bahwa dengan ini ia mendapat kuasa mutlak atas pasukan dan siapa saja yang melanggar perintahnya harus mati di tangannya.
Dengan persyaratan berat seperti itu, mereka tak bisa menerima persyaratannya sampai mendapat ijin dari lord mereka masing-masing. Dan 7 hari sesudahnya, Sendai menyerah kalah. Lord Kuwana, Matsuyama, dan Karatsu berlayar bersama kaum oposisi ke Ezo, sehingga sejumlah 38 orang langsung mendaftar dan kemudian membengkak menjadi 100 lebih.
Mereka semua sama-sama kabur ke Ezo, dan berjumlah 2300 orang di bawah pimpinan Hijikata dan Otori Keisuke. Mereka menaklukkan Goryokaku, dan lalu Matsumae Han di ujung selatan Ezo. Akhir November, pasukan itu berkuasa di Ezo.
Namun, setelah itu kaum oposisi secepatnya menjadi pihak yang kalah dalam pertempuran 15 November. Desember 1868, kaum oposisi membentuk Republik Ezo yang pendek umur dipimpin Matsudaira Taro. Di republik itu, Hijikata menjabat sebagai wakil komandan pasukan utama. Mulai 9 Maret hingga 20 Maret 1869, sampai kepada tanggal 11 Mei, Hijikata tertembak perutnya saat mempertahankan Hakodate dan mati di usia ke-34. Kaum oposisi akhirnya dapat dikalahkan tanggal 18 Mei dan Goryokaku dapat direbut. Kekaisaran pun kembali berjaya.

Penutup
Setelah kematian Kondo dan Hijikata, dibangunlah sebuah monumen untuk memperingati mereka berdua dan membersihkan nama mereka yang dicap sebagai pengkhianat pemerintahan Meiji. Lagipula, tujuan utama mereka, yang berada di bawah otoritas Tokugawa; hanyalah mengusir bangsa barbar. Mereka hanya tahu tugas itu, makanya mereka terpaksa melakukan hal-hal yang membuat mereka dicap sebagai pemberontak.
Awalnya isi prasasti itu akan ditulis oleh Lord Yoshinobu, yang hanya dapat meneteskan air mata. Akhirnya, prasasti ditulis oleh bekas Lord Aizu, Matsudaira Katamori. Matsumoto Ryojun mengarang teks utamanya. Mereka yang membangun prasasti itu adalah Sato Hikogoro, Kojima Shikanosuke, dan Kondo Yugoro. Akhirnya, nama Kondo dan Hijikata setidaknya dapat dibersihkan dari segala kecemaran itu.

The End
Contributed By: Valerius Evan Ligasetiawan

Shinsengumi-Third Part

Shinsengumi
Pasukan Samurai Terakhir Shogunat Tokugawa (Third Edition)
Setelah diambil alih kepemimpinan oleh Kondo Isami dan Hijikata Toshizo, organisasi itu menjadi sebuah organisasi kejam dan tak kenal ampun membela otoritas Bakufu. ”Ketulusan” untuk mengusir orang asing demi kekaisaran pun nampaknya hanya menjadi bualan belaka...
Bakufu berhasil mengusir Choshu dan menaklukkannya satu kali, akankah kekuasaan Bakufu kembali kepada kekuasaan mutlak tak terkalahkan sebagai shogun utama?


Pertempuran-pertempuran Terakhir, Revolusi Kekaisaran, dan Akhir dari Tokugawa Bakufu (II)
Ironisnya, karena dendam mendalam kepada Bakufu, mereka menghilangkan Gerakan Usir Orang Barbar dan membuka diri bagi teknologi modern untuk memusatkan kekuatan dan menghancurkan Bakufu. Sementara itu, klan Choshu dipimpin oleh Katsura Kogoro, bapak pembangunan Jepang modern. Bersamaan untuk mempertahankan Choshu, klan itu membentuk pasukan Kiheitai dengan semboyan barunya, ”Kesetiaan kepada Kekaisaran dan Gulingkan Bakufu” di bawah pimpinan samurai Takasugi Shinsaku. Takasugi juga mempersenjatai rakyat biasa dengan senjata modern.
Setelah itu, dikeluarkanlah petisi Kaisar dan Bakufu untuk melawan klan Choshu pada tanggal 13 Agustus. Kondo lalu pergi ke Edo tanggal 9 September dan merekrut 50 orang memasuki Shinsengumi dan berangkat kembali ke Kyoto pada 15 Oktober dan tiba 12 hari kemudian. November 1864, 150.000 pasukan Bakufu telah berkumpul di tepi perbatasan Choshu; untuk mengadakan bombardir kedua pada April 1865. Choshu bahkan merencanakan untuk membunuh Shogun Iemochi, yang akhirnya berhasil dicegah Shinsengumi. Lalu, Kondo Isami dan Hijikata Toshizo menyewa kuil Nishihonganji sebagai tempat latihan atau markas baru pasukan Shinsengumi sebelum akhir Mei 1866.
20 Juni 1866, Shogun Iemochi berusia 20 tahun, meninggal di kastil Osaka. Lalu, ditambah dengan meninggalnya Kaisar Komei yang sangat mendukung Bakufu secara diam-diam; pada tanggal 25 Desember pada tahun yang sama. Karena hal ini, Komei digantikan oleh Kaisar Meiji yang amat sangat muda yang mendukung Choshu dan idealismenya. Nasib Bakufu pun goyah, sehingga Shinsengumi pun goyah hari depannya.
Di tengah kegalauan tersebut, pada tanggal 14 Oktober era Keio, atau 8 November 1867, menurut catatan bangsa Barat; Tokugawa Yoshinobu malah mengumumkan akan mengundurkan diri dan memperbarui kekuasaan kaisar. Bukan hanya mengacaukan masa depan Bakufu, akan tetapi ia juga mensia-siakan keterampilan militernya. Ditambah pula pemberontakan dari Ito Kashitaro dan beberapa perwira lainnya dari Shinsengumi.
Setelah melalui banyak peperangan tak seimbang, Shinsengumi kalah terus karena kalah senjata. Sehingga tanggal 3 Februari 1868, Shinsengumi akhirnya menerima kiriman persenjataan modern (senapan dan meriam) termasuk pelurunya. Kondo Isami telah sembuh dari lukanya akibat perang pada tanggal 12 Februari. Shinsengumi sekarang mendapat tempat sebagai kaum oposisi dalam pemerintahan Tokugawa. Shinsengumi menjadi pasukan perdamaian yang ditugaskan pergi ke Edo. Untuk menjaga keamanan, Kondo mengubah namanya menjadi Okubo Yamato sedangkan Hijikata menjadi Naito Hayato.
Pertempuran Kotsu Katsunuma, boleh dibilang adalah akhir kejayaan Kondo yang kalah dari angkatan kekaisaran; pada tanggal 5 Maret 1868. Tokugawa menyerah penuh kepada kekaisaran, dan peperangan 15 Maret dibatalkan. Namun, Shinsengumi langsung melatih pasukannya setelah 3 hari kekalahan itu dan jumlahnya membengkak menjadi 227 orang. Markas besar Shinsengumi pun didirikan di desa Nagareyama. Namun, mereka tertangkap basah oleh Arima dan Kagawa dari pasukan kekaisaran yang membawa 200 orang. Ketika itu, mereka yang pura-pura mengaku setia kepada kekaisaran diminta menyerahkan senjata mereka. Kondo ditangkap dan dibawa ke persidangan untuk diputuskan hukuman apa yang akan diterimanya. Akhirnya, Kondo dieksekusi oleh Yokokura Kisoji dan kepalanya dipenggal lalu digantung di atas tiang pancang.

To Be Continued...
Next Edition is The Last Edition of Shinsengumi's Serial History !
Contributed By: Valerius Evan Ligasetiawan

Shinsengumi-Second Part

Shinsengumi
Pasukan Samurai Terakhir Shogunat Tokugawa (Second Edition)
Sebuah organisasi samurai yang mengabdi kepada shogunat Tokugawa di masa akhir kekuasaannya. Panji-panjinya adalah ”Ketulusan”. Setelah diambil alih kepemimpinan oleh Kondo Isami dan Hijikata Toshizo, organisasi itu menjadi sebuah organisasi kejam dan tak kenal ampun membela otoritas Bakufu. ”Ketulusan” untuk mengusir orang asing demi kekaisaran pun nampaknya hanya menjadi bualan belaka...

Pembantaian di Ikeda'ya
Kondo dan Hijikata kini mengambil tanggung jawab penuh atas kepemimpinan Shinsengumi. Mereka melatih pasukannya dengan kenjutsu (seni pedang), yarijutsu (seni tombak), dan jujutsu untuk memperkuat fisik mereka. Selain dilatih menggunakan senjata, mereka diharuskan melatih kaligrafi dan kesusastraan atau seni puisi, untuk mempersiapkan puisi kematiannya. Inilah jalan seorang bushido. Bila mereka bolos pelajaran atau melanggar aturan di saat misi maupun tes masuk, siapa pun itu, yang melanggarnya harus melakukan seppuku.
Tokugawa kini menghadapi musuh-musuh dari klan Tosa, Choshu, dan Satsuma. Yang paling ganas saat itu adalah Choshu dan Satsuma. Choshu pernah sekali menyerang Tokugawa namun gagal sehingga merencanakan serangan balasan yang lebih ganas. Choshu saat itu sering berkumpul di penginapan Ikeda'ya di Kyoto, sambil menyetor persenjataan dan merencanakan penyerangan di saat yang tepat untuk menculik kaisar.
Rencana untuk menggulingkan Bakufu sebenarnya sudah dirahasiakan sejak lama. Namun, ketika Shinsengumi menahan seorang laki-laki Choshu karena kasus pembakaran, terbukalah rahasia itu. Ternyata, Choshu telah mengumpulkan ke-250 samurainya untuk mengadakan pemberontakan di sana. Dan diketahui pula di sekitar penginapan Masu'ya juga terdapat pemberontak. Katanya, pemberontakan itu dipimpin oleh Miyabe Teizo. Lalu, Shinsengumi menangkap Furudaka Shuntaro untuk diinterogasi dengan cara paksa pada tanggal 5 Juni 1864. Akhirnya, Furudaka membuka mulut dan menyerah.
Tepat malam itu, 10 anggota Shinsengumi, semuanya ahli pedang, berpakaian baju zirah dan berketopong besi mengepung masuk Ikeda'ya. Mereka lalu terlibat dalam pertarungan sengit yang menumpahkan banyak darah. Pertarungan itu hanya meloloskan 3 samurai Choshu, dan meninggalkan dendam yang pedih di lubuk hati samurai Choshu. Setelah kejadian ini, masa Tokugawa Bakufu menjadi lebih pendek. Shinsengumi lalu diberi gelar hatamoto oleh Bakufu.

Pertempuran-pertempuran Terakhir, Revolusi Kekaisaran, dan Akhir dari Tokugawa Bakufu (I)

Seorang juru bicara kelas samurai, Katsu Kaishu, menyatakan bahwa kehidupan
Bushido tak'kan bertahan lama dalam perkembangan zaman menuju modernisasi
Jepang. Akan tetapi, prinsip hidup mereka akan terus abadi dalam kehidupan
rakyat Jepang. Karena, samurai tidak bekerja di dalam era feodal. Mereka hanya
hidup dari hasil gaji mereka. Sistem ini akan berakhir karena zaman menuntut
manusia untuk bekerja.

Akhir bulan Juni, lebih dari dua ribu samurai Choshu dan 300 ronin pendukung Choshu memutuskan untuk bertempur membalaskan dendam Ikeda'ya dan mengakhiri rezim feodal Bakufu. Hal ini diputuskan setelah ditolaknya permintaan Choshu untuk menyelidiki kasus tersebut. Malahan, Tokugawa menetapkan batas akhir yaitu 19 Juli agar Choshu menarik mundur pasukannya.
Namun, pertempuran tetap terjadi. Shinsengumi bekerja sama dengan Mimawarigumi (Regu Patroli). Pertempuran pecah di pagi hari tanggal 19 Juli, dan akhirnya Choshu kalah perang. Kekalahan ini merupakan pukulan telak terhadap gerakan ”Penghormatan terhadap Kerajaan dan Usir Orang Barbar”...

To be continued...
Contributed By: Valerius Evan Ligasetiawan

Jumat, 16 April 2010

Shinsengumi-First Part

Shinsengumi
Pasukan Samurai Terakhir Shogunat Tokugawa (First Edition)

Sebuah organisasi samurai shogun yang mengabdi kepada Tokugawa di masa akhir kekuasaannya. Panji-panjinya adalah ”Ketulusan”. Dimiliki oleh Lord Aizu dan didukung dengan keras oleh Kaisar Komei yang memendam xenophobia (trauma terhadap orang asing) yang parah. Di bawah pimpinan secara berturut-turut: Tokugawa Iesada (shogun ke-13), Tokugawa Iemochi (shogun ke-14), Tokugawa Yoshinobu (shogun ke-15; terakhir). Pemerintahan shogunat Tokugawa disebut juga Tokugawa Bakufu.

Latar Belakang
Masuknya Komodor Perry dengan kapal-kapal Black Ships (Kurofune), dan pemaksaan perdagangan bebas sekaligus monopoli di Jepang. Jepang membenci kaum asing yang mereka sebut sebagai barbar. Untuk menghindari terjadinya pembantaian oleh pasukan asing yang canggih senjatanya, Tokugawa Bakufu mengizinkan untuk sementara orang asing boleh berdagang secara bebas.
Namun, trauma berat orang Jepang, kebencian terhadap kaum barbar; mengancam Bakufu dengan semboyan ”Pembalasan dari Surga” untuk mengembalikan kekuasaan kaisar. Banyak ronin (samurai tak bertuan) yang merencanakan pemberontakan terhadap Bakufu. Demi mempertahankan kekuasaannya, Bakufu membentuk ”pasukan setia dan patriotik” yang dipropagandakan untuk menjaga kemuliaan dan kehormatan kekaisaran dengan mengusir orang barbar. Inilah Shinsengumi, yang artinya ”Korps Yang Baru Terpilih/Pilihan Baru”; yang dibentuk dengan anggota perwira yang merupakan ahli pedang profesional dan prajurit-prajurit yang berani, disiplin, kuat, dan tegar. Disebut juga sebagai Korps Roshi atau Bandit Mibu. Prajurit Shinsengumi, harus melakukan seppuku (semacam ritual bunuh diri) bila melanggar aturan.
Korps yang baru terpilih ini diberi hak resmi untuk membunuh siapa saja yang mau memberontak terhadap Tokugawa Bakufu; khususnya para ronin. Sehingga, Shinsengumi menjadi pasukan yang paling ditakuti karena keganasannya yang tanpa ampun serta nafsu membunuh yang meluap-luap.

Perwira dan pasukan Shinsengumi
Pada 1862, berdasarkan saran samurai daerah Domain Shōnai bernama Kiyokawa Hachirō dibuka lowongan untuk para ronin yang ingin bekerja sebagai pengawal Shogun Tokugawa Iemochi sewaktu berada di Kyoto. Setelah para ronin terkumpul, pada tahun berikutnya (1863), kelompok yang terdiri dari sekitar 200 ronin dikirim ke Kyoto untuk mempersiapkan kedatangan shogun. Kiyokawa malah mau menggulingkan shogun sehingga ia dibunuh.
Selanjutnya, Shinsengumi terdiri dari 2 faksi kepemimpinan. Yang satu berada di bawah pimpinan komandan Kondō Isami dan wakil komandan Hijikata Toshizō. Dan yang satu lagi berada di bawah pimpinan Serizawa Kamo dan tangan kanannya Shinmi Nishiku. Kondo yang berasal dari keluarga petani kaya yang berlatih pedang mati-matian, sangatlah berlawanan dengan Serizawa yang berasal dari keturunan samurai.
Nama asli Kondo adalah Miyagawa Katsugoro. Nama Kondo didapatnya dari gurunya yang bernama Kondo Shusuke, seorang master Shieikan yang mengajarinya kenjutsu bergaya Tennen Rishin. Kondo menikah dengan Otsune saat usianya mencapai 26 tahun di akhir Maret 1860. Kondo pun menjadi seorang master muda yang handal dan berbadan kekar.
Keduanya sama-sama hebat. Namun Serizawa itu amoral dan senang menyiksa apalagi membunuh orang tanpa alasan yang jelas atau hanya karena dihina. Sedangkan Kondo, nafsu membunuhnya disalurkan melalui perintah kepada prajuritnya untuk melakukan seppuku.
Faksi Kondo terdiri dari orang-orang sebagai berikut di samping Hijikata: Okita Soji seorang jenius samurai, Nagakura Shinpachi yang mengidolakan Kondo, Yamanami Keisuke merupakan salah seorang wakil komandan yang dipaksa melakukan seppuku, Inoue Genzaburo salah seorang murid Kondo Shusuke, Todo Heisuke ronin beraliran Hokushin Itto, Harada Sanosuke, dan Saito Hajime.
Dalam persaingan demi persaingan, faksi Serizawa dikeluhkan karena merupakan faksi yang paling sering membuat teror di antara masyarakat. Kondo pun memerintahkan untuk membunuhnya, serta lalu mengambil kekuasaan tunggal sebagai komandan Shinsengumi.

To be continued...
Contributed By: Valerius Evan Ligasetiawan

The Life of Miyamoto Musashi

The Lone Samurai

Miyamoto Musashi lahir di desa Miyamoto (sekarang di Ohara-machi, Aida-gun, Prefektur Okayama) pada tahun 1584? (mungkin 1583) dengan nama kecil Bennosuke. Ayahnya bernama Munisai, seorang petinggi samurai dari klan Shinmen yang memiliki 2 istri. Istri pertama adalah Omasa, yaitu anak perempuan klan Shinmen yang dinikahinya, sehingga Munisai diperbolehkan memakai nama keluarga tersebut. Istri yang kedua adalah Yoshiko, anak perempuan Bessho Shigeharu yang merupakan keturunan klan Akamatsu yang berkerabat jauh dengan kaisar melalui Genji; Yoshikolah yang melahirkan Musashi.
Nama lain Musashi yaitu: Miyamoto Bennosuke; Niten Dōraku; Shinmen Musashi no Kami Fujiwara no Genshin.
Dengan darah samurai dan kaisar yang mengalir dalam tubuhnya, Musashi terlahir sebagai seorang Renaissance-man yang jenius perang, penggunaan senjata dan baju zirah sebagai samurai, ilmu metalurgi, dan ahli lukis, serta perihal mengenai psikologis manusia. Semua hal mengenai senjata kemungkinan pertama kali ia tiru dari ayahnya yang cukup hebat dalam penggunaan senjata. Ia hidup di masa peralihan dari shogunat Toyotomi kepada shogunat Tokugawa. Miyamoto Musashi, seorang manusia yang hidup sejati, seperti yang dikatakan oleh penyair sampai sekarang; namanya dan keperkasaannya di seluruh Jepang dan terkenal ke dunia luas.

Garis keturunan Musashi
Ayahnya bernama Hirata Munisai, salah satu keturunan dari klan Shinmen masa itu yang handal dalam penggunaan 2 pedang, jitte, jujitsu, penggunaan baju zirah yang benar, dan permainan pedang Tori-ryu; dan ibunya dikabarkan bernama Yoshiko yang berasal dari garis keturunan kerabat jauh kekaisaran.
Ibu Musashi merupakan keturunan dari klan Akamatsu yang memberontak terhadap shogun Ashikaga dan kabur ke Harima. Nenek moyang klan Shinmen adalah Tokudaiji Sanetaka, di mana ayah Musashi diperbolehkan memakai nama klan itu setelah mendapat status senior. Karena terlibat dalam upaya pemulihan kembali kekuasaan kaisar Goidaigo antara tahun 1334 dan 1338, Sanetaka diasingkan ke Mimasaka. Anak lelakinya, Tokuchiyo, pergi ke Kyoto memohon pengampunan bagi kejahatan keluarga itu. Sehingga nama klannya diubah menjadi Shinmen, yang berarti "baru saja diampuni".

Masa kecil Musashi
Masa kecilnya tidak berlangsung begitu bahagia, karena ayahnya menceraikan ibu kandungnya, Yoshiko. Dan ketika ia mengkritik jitte ayahnya saat sedang mengasah tusuk gigi, ayahnya marah dan melemparkan belati yang digunakan untuk mengasah tusuk gigi dan pedang pendek (wakizashi) secara berturut-turut.
Sayangnya, Musashi berhasil mengelakkan keduanya dengan baik. Dan sejak saat itu, ia langsung kabur ke desa Hirafuku di daerah bagian Harima (sekarang Tashimura, prefektur Hyogo); sehingga nantinya ia menyatakan diri sebagai pendekar yang lahir di Harima; di mana ibunya dilahirkan. Ia lalu masuk ke kuil milik kerabat dekat ibunya, yaitu kuil Shoren-in milik paman Dorinbo. Di sanalah ia memulai karirnya, meski di kuil ia terus berlatih kaligrafi. Inilah titik awal seorang pendekar legendaris menempuh jalan pedang dan jalan kuas sebagai seorang shugyosha.

Pengembaraaan Musashi mengasah diri di Jalan Pedang
Musashi memulai karirnya pada tahun 1596 dengan melawan seorang shugyosha bernama Arima Kihei. Lalu, ia menggembara memasuki provinsi Tajima dan mengalahkan Akiyama. Setelah itu, ia menerjunkan diri ke pertempuran Sekigahara, bertempur di pihak Klan Toyotomi yang kalah nantinya; melawan Klan Tokugawa. Ia bertempur di bawah komando Ukita Heide, seorang dari keluarga Shinmen. Akhirnya setelah kalah di pertempuran, Musashi yang berumur 17 tahun sekali lagi hidup sendirian. Setelah itu, Musashi terus melatih diri bertarung melawan para shugyosha yang ditemuinya di dalam pengembaraannya, dan berlatih dengan disiplin diri yang keras dan intens.
Pada tahun 1604, Musashi lalu memasuki Kyoto dan menghancurkan klan Yoshioka yang memiliki sekolah pedang terhormat saat itu; yang dipimpin oleh Seijuro dan Denshichiro. Akhirnya, Musashi menghabisi seluruh klan Yoshioka dengan taktik psikologisnya. Dalam pertarungan melawan Seijuro dan Denshichiro, ia sengaja datang terlambat untuk membuyarkan konsentrasi musuhnya; sedangkan ketika melawan pasukan Matashichiro, ia sengaja datang lebih awal untuk mengagetkan mereka. Akhirnya, seluruh keluarga Yoshioka hancur. Ia pun berkunjung ke daerah Nara, ke kuil Ozoin yang dikepalai Inshun yang bersenjatakan kamayari sebagai prajurit-biksu dan mengalahkannya dalam 2 kali pertarungan berturut-turut.
Musashi pergi ke Edo pada tahun 1608, dan membuka dojo di sana untuk tetap bertahan hidup. Kemungkinan, dengan perjalanan sepanjang itu, Musashi mendapatkan makanan dari hasil menjual lukisan dan mengajarkan ilmu pedangnya. Suatu hari, seorang pendekar pedang bernama Muso Gonnosuke yang pernah dipermalukan sekali oleh Musashi; menantangnya lagi dengan teknik terbarunya yaitu Shindo Muso-ryu dan membuahkan satu-satunya hasil seri sepanjang karir Musashi.

Puncak keberhasilan di Pulau Ganryu, Kokura
Selanjutnya, Musashi pergi ke Kokura dan disambut baik oleh penguasa di sana. Ia lalu meminta dengan hormat untuk diijinkan bertarung mengadu teknik bela diri dengan seorang pendekar pedang terkenal saat itu yaitu Ganryu Kojiro Sasaki di pulau Ganryu (disebut juga P. Funa) kepada paduka Nagaoka Sado; pada 13 April 1612. Pertarungan ditentukan berlangsung pada jam naga (jam 7 – 9), akan tetapi Musashi menggunakan taktik psikologisnya dengan sengaja datang terlambat dan memakai pedang kayu non-standar; sehingga membuat Kojiro marah dan melemparkan sarung pedangnya. Sehingga Musashi melontarkan kata-kata terkenalnya, " Kau sudah kalah, Kojiro. Mana ada pendekar yang membuang sarung pedangnya ?"
Pertarungan itu digambarkan sebagai berikut:
Melihat Musashi yang datang terlambat, Kojiro dengan marah menyambutnya sambil berkata,

"Aku akan menyelesaikan pertarungan ini dengan pedang sejati."
Musashi lalu menjawab, "Kau memegang pedang telanjang dan menunjukkan kepadaku setiap misteri yang dimilikinya. Aku akan mengangkat pedang kayuku dan menunjukkan rahasianya." Dan janji itu benar-benar ditepati.
Pertarungan pun dimulai, Kojiro menyerang dengan gaya harimau, sedangkan Musashi melawannya dengan gaya naga. Dalam beberapa sabetan, kojiro mengeluarkan jurus rahasianya, yaitu tsubame-gaeshi ("belokan burung camar"). Ujung pedangnya lalu memangkas simpul hachimaki Musashi. Musashi membalasnya dengan menghantamkan pedang kayunya ke kepala Kojiro.

Sekali lagi Kojiro menyerang dan menyayat Musashi di pangkal pahanya. Musashi melompat mundur lalu menukikkan pedang kayunya ke arah iga Kojiro dan menghancurkannya. Kojiro berdarah di mulut dan hidungnya, lalu kehilangan kesadaran. Musashi membungkuk untuk mencari tanda-tanda kehidupan, akan tetapi hal itu tidak dirasakannya sama sekali. Musashi membungkuk memberi hormat, dan kembali ke pantai menaiki perahu dan pulang ke Kokura.

Dalam pertarungan itu, Kojiro dan Musashi langsung saling menyambut dan dengan pengaduan beberapa gerakan maupun sabetan langsung, Musashi mengalahkannya dan menjadi terkenal sampai ke seantero Jepang.

Kehidupan di Kokura dan Perang Kyushu
Di Kokura, Musashi jatuh cinta kepada seorang wanita penghibur kelas tsubone bernama Kumoi untuk yang pertama kalinya. Sayangnya, karena terjadi pemberontakan di kastil Hara di Kyushu pada tanggal 14 April 1638, klan Ogasawara memanggilnya bersama punggawa yang merupakan anak angkatnya, Miyamoto Iori; untuk bertempur di pihak Tokugawa.
Amat disayangkan, Musashi terluka dalam perang itu sehingga harus dikeluarkan dari pasukan. Setelah kastil Hara jatuh ke tangan Tokugawa, Musashi kembali ke Kokura. Musashi berhubungan dekat dengan klan Honda dan Ogasawara karena Iori, anak angkatnya diangkat menjadi punggawa pribadi mereka. Selain itu, keluarga Ogasawara menikahkan Chiyome dengan Hosokawa Tadatoshi, seorang daimyo wilayah Kumamoto.
Setelah mendengar banyak berita tentang klan itu, apalagi hubungan dekatnya dengan Musashi; pada tahun 1640, ia mengutus seorang diplomat pandai bernama Iwama Rokubei kepada Musashi agar ia mau datang kepadanya di Kumamoto.

Menjelang Hari-Hari Akhir Musashi di Kumamoto
Musashi melakukan pertarungan terakhirnya di sana melawan Ujii Yashiro dan Shioda Hamanosuke. Ia bersahabat baik dengan paduka Tadatoshi dan biksu Zen Takuan. Di Kumamoto, Musashi mendapatkan status tamu terhormat keluarga daimyo Hosokawa. Musashi lalu menyempurnakan gaya pedangnya yang bernama Niten Ichi-ryu; yang diminta oleh paduka Tadatoshi agar dituliskan ke dalam sebuah buku yang dipersembahkannya kepada paduka supaya Tadatoshi dapat merevolusi seni bela diri Kumamoto; berjudul 35 Petunjuk Seni Bela Diri. Setelah dipersembahkan kepada paduka Tadatoshi, tak lama Tadatoshi meninggal pada tanggal 17 Maret 1641.
Kesedihan melanda hati Musashi dan ia pun mulai mengalihkan fokus besarnya kepada pembelajaran zazen, Buddhis Zen, dan seni tradisional Jepang seperti sastra, patung kayu, dan lukisan. Beberapa karya Musashi: Burung tengkek dan kasa; Hotei, seorang biksu Zen; dan lukisan Daruma (Boddhidharma) yang dipersembahkannya untuk Tadatoshi ketika ia masih hidup; dan sebuah patung kayu bernama Fudo Myo-o, yang disebut sebagai raja terang. Merasa ajalnya sudah dekat, ia mulai menulis Kitab Lima Lingkaran atau Gorin no shô yang terdiri atas 5 Bab (Bumi, Air, Api, Angin, dan Kehampaan) pada tanggal 10 Oktober 1643 di usianya yang ke-60.
Kemudian atas restu daimyo Kumamoto, ia meminta pergi ke gua Reigan di pulau Ganryu pada tanggal 13 April 1645 untuk menghabiskan sisa hidupnya di sana. Awalnya permintaan itu dibiarkan, akan tetapi karena tidak tega membiarkan Musashi tua mati di gua, Hosokawa Yoriyuki diutus untuk menjemputnya pulang ke puri Chiba. Tanggal 12 Mei 1645, Musashi memberikan buku Kitab Lima Lingkaran itu kepada Terao Katsunobu dan 35 Petunjuk Seni Bela Diri kepada Terao Kumanosuke. Dan untuk terakhir kalinya ia memungut kuas dan menyelesaikan jantung filsafatnya dalam sebuah naskah pendek berjudul ”Jalan Melangkah Sendiri” yang berisi 21 point.
Akhirnya, tanggal 19 Mei 1645, Musashi meninggal di kompleks Puri Chiba yang tua pada usia 62 tahun. Sesuai dengan permintaan terakhirnya, tubuhnya didandani dengan seragam dan helm tempur, dengan 6 tanda kebesaran militer; dimasukkan ke dalam peti, lalu dikuburkan di Handagun, 5-cho, desa Tenaga Yuge; dengan upacara pemakaman yang dipimpin oleh biksu Kepala Shunzan dari kuil Tashoji. Konon, Musashi meninggal karena juga tubuhnya dilemahkan oleh penyakit yang diyakini sebagai kanker toraks. Namanya dikenang dalam sebuah monumen batu Kokura Hibun di gunung Tamuke yang didirikan tegak oleh Miyamoto Iori dan Biksu Kepala Shunzan pada tahun 1654. Pendekar pedang ini pernah bertarung melawan lebih dari 60 pertarungan dan tidak pernah kalah sekalipun dan menerjunkan diri ke dalam 6 pertempuran. Dan Musashi sama sekali tidak memiliki guru, namun hanya dengan belajar otodidak sampai ia menjadi nomor satu.
Murid-murid Musashi selama hidupnya adalah Hatano Jirozaemon, Ishikawa Sakyo, Hosokawa Tadatoshi, Furuhashi Sozaemon, Ishikawa Chikara, Aoki Joemon, Takemura Yoemon, Matsui Munesato, dan Terao bersaudara (Katsunobu dan Kumanosuke).

Filsafat Hidup Musashi
Musashi, seorang pendekar pedang dengan satu visi dan tujuan, yaitu menang dan kemudian bertahan hidup dengan bergantung pada dirinya sendiri. Ia tak pernah berlarut-larut dalam cinta, sehingga ia dapat melatih dirinya secara disiplin. Hidupnya adalah hidup dengan Jalan Pedang, ia melihat setiap kesempatan dengan ketajaman mata batinnya dan langsung memanfaatkannya. Ia juga mengajarkan untuk hanya bergantung kepada diri yang terus berlatih fisik, cara bertarung dasar sesuai gaya mereka, melatih diri menghadapi tiap situasi dengan strategi cemerlang, yaitu antisipasi dan mengacaukan fokus lawan dengan teknik bertarung secara adil maupun taktik psikologis. Dan dengan semua pelatihan seni bela diri di dalam dunia, akhirnya manusia dapat merenung dalam kehampaan.
Dalam renungan filosofisnya, ketika Musashi berusaha melukis sebaik ia bermain pedang; ia juga terus berlatih agar dapat mengambil keputusan yang tepat secara cepat dalam hal apapun. Namun hal itu adalah sulit bagi seorang pendekar pedang tua yang sudah ditimbuni berbagai macam hal di dalam benaknya. Selain itu, Musashi juga membenci segala kemunafikan yang melebih-lebihkan seni bela diri; itu adalah seni bela diri yang palsu menurutnya. Seni bela diri yang asli adalah dengan melatih diri untuk selalu tepat dan menang di dalam kenyataannya. Musashi mengajak kita untuk menyentuh semua jenis seni dan hidup dengan semangat pendekar sejati, agar dapat menjadi fleksibel dalam mengerti Jalan dan menyempurnakan seni bela diri.
Contributed By: Valerius Evan Ligasetiawan